Juara (2016)
Setelah bernostalgia lewat Finding Srimulat serta menjauhkan Nada Untuk Asa dari disease porn murahan, bisakah sutradara Charles Gozali membawa Juara yang di atas kertas mewaspadai berujung kepuasan? Banyak unsur film ini mengundang kekhawatiran. Mulai unsur formulaik from zero to hero, kehadiran Bisma Karisma sebagai lead actor, hingga trailer penuh kesan cheesy. Di antara ketiganya, trailer-nya memang paling mencuatkan ragu. Mayoritas cuplikan adegan kolam diangkat dari sinetron-sinetron layar beling termasuk obrolan berikut ini:
"Hai, ada yang lo suka?"
"Ada"
"Yang mana?"
"Yang kamu..."
Alurnya berkisah mengenai Bisma (Bisma Karisma), mahasiswa gres yang sejak hari pertama MOS telah jadi korban bully Attar (Ciccio Manassero) beserta gengnya sehabis Bisma secara tidak sengaja mencium Bella (Anjani Dina), kekasih Attar. Bukannya menjauh, Bisma justru terus mendekati Bella, memancing kecemburuan Attar yang lanjut mem-bully-nya tiap hari. Kesulitan melawan sebab saingannya itu yaitu seorang juara karate, Bisma meminta ibunya, Sarah (Cut Mini Theo) memperbolehkannya mencar ilmu silat. Sayang ajakan itu selalu ditampik oleh sang ibu. Hingga kesudahannya tindakan Attar makin kelewatan, Bisma pun menerima pertolongan dari laki-laki misterius berjulukan Karisma (Tora Sudiro).
Rentetan obrolan menggelitik (in a negative way) bahwasanya bertebaran khususnya pada paparan romansa, begitupun pola penceritaan klise, namun di sinilah kecermatan Charles Gozali berperan besar memutarbalikkan pesimisme saya. Charles memahami cara pengemasan semoga line seperti di atas cukup berakhir sebagai bumbu, tidak hingga overload. Poinnya terletak pada sensitifitas guna mengetahui kapan dan seberapa banyak momen tersebut layak dimunculkan. Takaran tepat tak berlebihan memberi dampak besar membuat cute romance pembawa histeria ABG tapi tetap bisa dinikmati penonton dewasa. Pendekatan serupa turut berjasa menghantarkan drama keluarga hangat nan emosional kala Charles menyajikan tingkatan emosi secara sedikit demi sedikit kemudian memuncak secukupnya.
Naskahnya (ditulis Charles Gozali, Hilman Hariwijaya dan Thjai Edwin) harus diakui lemah, terlihat dari obrolan cringeworthy, atau beberapa penggampangan yang mengiringi keklisean alur. Contoh penggampangan terbesar ada pada titik puncak ketika Bisma mendadak bisa menguasai jurus Karisma sewaktu berhadapan dengan Kobar (Cecep Arif Rahman). Untung Charles merupakan storyteller handal. Perjalanan alur meski predictable berujung nyaman dinikmati berkatnya. Sisi penyutradaraan bukannya tanpa cela, khususnya mengenai pembangunan suasana berisikan respon tokoh terhadap situasi tertentu. Mengapa Bella seolah "biasa saja" dikala Bisma menciumnya? Mengapa Bisma terlampau santai ketika Kobar menculik perempuan pujaannya itu? Kedua situasi tersebut patut jadi contoh.
Kembali membicarakan unsur romance dan family drama, jasa besar bukan hanya di penyutradaraan tapi akting pemain ikut berpengaruh. Awalnya sulit membiasakan diri dengan gaya akting Bisma atau tepatnya keharusan sang pemain drama memerankan huruf cheerful sekaligus jahil kolam seorang Jackie Chan, namun seiring berjalannya waktu, saya mulai terbiasa, bahkan Bisma menjadi likeable protagonist penuh energi. Bersama Anjani Dina, keduanya menjalin chemistry kuat mencipta percintaan "imut" remaja tanpa terasa menjijikkan. Tora Sudiro menghadirkan salah satu akting terbaiknya di beberapa tahun terakhir lewat kesempurnaan karisma (no pun intended) seorang mentor. Sedangkan Cut Mini Theo sukses menyeimbangkan sisi dramatik dan komikal dalam karakternya. Sebagaimana Bisma-Anjani, kombinasi Tora-Cut Mini berjasa mengaduk-aduk perasaan pada momen menjelang klimaks. Air mata saya hampir menetes dikala itu.
Koreografi adegan aksinya juga solid, ditambah keputusan Charles untuk tidak asal mengemasnya dengan tempo cepat, melainkan coba menangkap detail tiap unsur gerakan. Di sinilah Bisma makin menunjukan kapasitasnya selaku action hero, memanfaatkan kelebihan fisik plus dance skill miliknya, tercipta rentetan agresi menghibur. Bisma bahkan bisa mencuri spotlight walaupun harus beradu pukulan melawan Cecep Arif Rahman. Juara tanpa harus diragukan lagi yaitu pembuktian Bisma Karisma teruntuk potensinya sebagai pemain drama muda Indonesia, juga Charles Gozali beserta kemampuannya menyulap kisah sederhana cenderung cheesy menjadi enjoyable sekaligus mempunyai hati. Mengesampingkan lemahnya naskah, Juara adalah film pemenang berisikan cute romance, heartful family drama, solid action sequences, strong performance pula throwback menarik teruntuk film-film silat masa lalu.
Belum ada Komentar untuk "Juara (2016)"
Posting Komentar