Xxx: Return Of Xander Cage (2017)
Bukan suatu kejutan mendapati dibangkitkannya kembali "xXx" sesudah 12 tahun lamanya berujung perjuangan mereplikasi formula "Fast and Furious". Vin Diesel butuh "kendaraan" lain guna mengeruk pundi-pundi dollar. "Riddick" merupakan kegagalan dan saya tak menghitung "Guardians of the Galaxy" alasannya ialah beliau hanya menyumbangkan bunyi untuk mengucapkan satu kalimat (he's not the face of the franchise). Jika penonton enggan menggubris sang pemain film di luar seri tersuksesnya, kenapa tidak berikan saja yang mirip? Mungkin begitu pikir para produser (termasuk Vin Diesel). "xXx: Return of Xander Cage" is as dumb, as over-the-top, but not as fun or as good as "Fast and Furious".
Jangan harap menerima klarifikasi mengenai cara Xander Cage (Vin Diesel) menjiplak kematiannya selain, well, faking his own death. Bodoh memang, namun sudah sepantasnya anda paham bakal disuguhi film macam apa pasca opening berupa perekrutan Neymar (as himself) sebagai biro xXx oleh Gibbons (Samuel L. Jackson) yang diselipi lawakan Avengers, kemudian diakhiri selesai hidup keduanya jawaban tertimpa satelit. "xXx: Return of Xander Cage" sengaja diposisikan layaknya b-movie yang konyol, bodoh, tak masuk akal, berlebihan, tidak serius. Pertanyaannya, seberapa jauh film ini berani mendapatkan atau jikalau perlu memanfaatkan posisi tersebut atas nama hiburan?
Xander masih segar bugar, bersembunyi di suatu perkampungan, mengisi harinya dengan aktivitas ekstrim ibarat terjun bebas dari menara setinggi puluhan meter kemudian memacu kencang skateboard, semua biar warga setempat bisa menonton pertandingan sepak bola. Yep, Xander Cage is return indeed. Di sisi lain, pihak CIA tengah kelabakan tatkala Xiang (Donnie Yen) beserta anak buahnya mencuri "Pandora's Box", suatu alat yang bisa mengontrol pergerakan satelit. Tergerak lantaran tewasnya Gibbons, Xander bersedia kembali, kali ini bersama tiga rekannya, Adele (Ruby Rose) sang sniper, Nicks (Kris Wu) sang DJ (what?), dan Tennyson (Rory McCann) yang entah punya keahlian apa, pastinya ia terobsesi menabrakkan kendaraan yang ia kemudikan.
Selain Adele dan aksinya menembak jitu sambil terikat di atas pohon, mudah dua tokoh lain tak menerima porsi memadahi. Kris ada hanya demi menarik perhatian penggemarnya dan para penggila K-Pop, sedangkan McCann tak lebih dari pelengkap. Demikian jawaban menumpuk terlampau banyak aksara tanpa pembagian porsi seimbang, terlebih bila terdapat sederet nama besar, kekecewaan amat mungkin tertinggal. Sebagaimana tugas menjadi kaki tangan Donnie Yen membatasi Tony Jaa beraksi. Muncul sisi lain Jaa yang komikal, tapi bukan itu alasan penonton menantikannya. Untung Donnie Yen sempat memamerkan kepiawaian bela dirinya, menghajar lawan dengan gerakan tangan secepat kilat, terlibat adegan agresi badass di jalan raya serupa "Kung Fu Jungle". Still far from his greatest works, but enjoyable for sure.
Anda bakal sering mendengar kata "bodoh" disematkan pada "xXx: Return of Xander Cage" dan memang tepat. Naskah garapan F. Scott Frazier tersusun atas karakterisasi dangkal dengan ketidakjelasan motivasi sampai banyak sekali perilaku bagai tanpa alasan, pula kekacauan dalam merangkai pergerakan alur, menciptakan penuturan kisahnya terbata-bata. Cerita sekedar alasan yang dikarang begitu malas supaya filmnya berkesempatan menggelontorkan action sequence. Namun menengok opening tersebut di atas, juga rentetan humor termsuk obrolan tak perlu selaku pemancing one-liner konyol yang tidak menyimpan substansi, kentara film ini enggan dipandang (terlampau) serius.
Semakin kental status film kelas B melihat CGI jelek mengemas kejar-kejaran Vin Diesel dan Donnie Yen menaiki motor yang bisa membelah ombak atau sequence pamungkas di udara, dua pola momen over-the-top selaku cerminan perjuangan filmnya meniru formula sukses "Fast and Furious". Sayangnya "xXx: Return of Xander Cage" masih kurang imajinatif, kurang total mengeksploitasi agresi di luar nalar. Kesan ini diperkuat oleh terlalu lamanya jeda antar action sequence, seolah ingin berkonsentrasi pada plot yang mana tidak eksis. Akibatnya, acapkali tensi menurun.
Faktor lain di balik kurangnya tingkat kegilaan ialah kurang cakapnya penyutradaraan D.J. Caruso ("I Am Number Four", "Disturbia"). Caruso lalai "merayakan" formasi agresi di atas normal, sekedar memberlakukan shot-shot generik yang menangkap seadanya suatu momentum. Walau begitu, "xXx: Return of Xander Cage" mempunyai titik puncak memikat tatkala Jim Page dan Vince Filippone menyunting perkelahian dua lokasi, membuatnya bergerak cepat nan solid dengan ritme yang terjaga baik. Ditambah terbagi ratanya porsi tiap tokoh unjuk gigi, saya pun dibentuk berharap pertunjukkan ini tidak segera diakhiri.
"xXx: Return of Xander Cage" is so dumb, but afterall, this is all about "kick some ass, get the girl, and try to look dope while you do it." Hanya menurut itu film ini dibangun, dan benar itu pula yang bakal penonton dapatkan. Membicarakan bab "get the girl", Deepika Padukone melakoni debutnya di Hollywood dengan penampilan mensugesti berbekal pesona luar biasa, memaku pandangan pada tiap detik kemunculan. Saya tak problem menonton ulang demi kembali menyaksikan Deepika semata. Sementara itu, Vin Diesel memperdengarkan cara bicara, mulut termasuk tatapan mata sekaligus senyum seolah tengah mabuk sepanjang durasi. At least he's having fun, and so am I.
Belum ada Komentar untuk "Xxx: Return Of Xander Cage (2017)"
Posting Komentar