Ghostbusters (2016)

Merupakan hal biasa bila suatu reboot/remake bagi film klasik mendapatkan balasan miring dari penggemar, tapi kebencian untuk "Ghostbusters" karya Paul Feig ini ada di tingkatan berbeda. Sampai review ini ditulis, trailer-nya sudah menerima lebih dari 966.000 dislikes  terbanyak sepanjang masa. Namun "serangan" itu masih belum seberapa dibanding aneka macam komentar bernafsu bernada sexist mengiringi diubahnya gender keempat protagonis menjadi wanita. I'm not a die-hard fan of the original, but I like it. The international trailer is amazing and more importantly, this is a movie by Paul Feig, the same guy who made "Bridesmaids", "The Heat" and "Spy". Ketiga judul tersebut ialah komedi lucu bersenjatakan interaksi renyah antar protagonis perempuan berkarakter kuat.

Dr. Erin Gilbert (Kristen Wiig) terpaksa menemui lagi mitra lamanya, Dr. Abby Yates (Melissa McCarthy) pasca mendapati buku mengenai eksistensi hantu yang dahulu keduanya tulis dijual secara online oleh Abby. Erin yang sekarang mengajar di Columbia University ingin melepaskan diri dari buku tersebut, tak lagi mempercayai hal berbau paranormal. Sebaliknya, Abby masih menjalankan penelitian serupa dibantu engineer eksentrik Dr. Jillian Holtzmann (Kate McKinnon). Ketika mendadak terjadi serangkaian penampakan hantu secara massal di New York, mereka ditambah seorang karyawan MTA berjulukan Patty Tolan (Leslie Jones) harus menggabungkan keahlian guna melaksanakan "pembersihan"....meski selain Holtzmann tidak terang apa tugas masing-masing dalam tim.
Kita kerap melihat Holtzmann merakit persenjataan bagi Ghostbusters, tapi tidak dengan Erin sang jago fisika kuantum, Patty yang menyebut dirinya paham seluk beluk New York, atau Abby dengan apapun bidangnya selain ilmu paranormal. Sering berkelakar mengenai istilah-istilah asing fisika tidak otomatis mengakibatkan seseorang jago bidang tersebut, dan itulah yang sepanjang film dilakukan Erin (khususnya) dan Abby. Untung keempat aktris bisa memberi energi pada setiap kemunculan di layar. Wiig is awkward, Jones is hysterical, McCarthy is hilarious yet charming, and McKinnon is weird  all in a funny way. Kate McKinnon paling mencuri perhatian dengan memaksimalkan seluruh unsur dalam dirinya guna menghidupkan kecacatan Holtzmann yang selalu tampak antusias dalam tiap kesempatan.

Sentuhan humor milik naskah garapan Katie Dippold dan Paul Feig terang tidak secerdas film original-nya (ditulis Dan Aykroyd dan Harold Ramis). Daripada obrolan quotable kaya referensi, humornya mengeksploitasi kebodohan tutur sekaligus laris abjad mirip film-film Feig sebelumnya. Seringkali timing pelontaran banyolan kurang diperhatikan dan diseret terlalu usang sehingga kehilangan momentum. Selama 116 menit, Feig menyerupai memberondongkan peluru sebanyak mungkin secara asal ke arah sasaran berharap ada satu atau dua mengenai sasaran. Alhasil cukup sering leluconnya miss, namun sekali mencapai target, tawa yang dihasilkan tidak main-main. Maybe not smart, but very funny, and that's enough. 
Bicara soal pintar, apakah reboot ini jadi paparan besar lengan berkuasa sekaligus cerdas mengenai warta gender? Potensi itu faktual tersimpan, namun naskahnya urung menggali secara mendalam. Sejatinya tidak problem mengingat tujuan utama "Ghostbusters" tak lain menghibur, bukan menyuarakan kritik sosial. Tetapi mengubah protagonis menjadi empat sosok perempuan tetap memberi penyegaran, warna gres bagi franchise ini, dan menarik pula ketika perubahan gender turut diaplikasikan pada abjad sekretaris, yang mana menjadi seorang laki-laki berjulukan Kevin (Chis Hemsworth) yang karakterisasinya menyerupai representasi kebodohan pria. 

Selain para ghostbusters, sosok hantu sendiri merupakan satu lagi poin plus filmnya. Mereka bukan iblis mengerikan layaknya Valak di "The Conjuring 2", tapi variasi bentuk  plus ukuran  berbalut ragam warna aura kolam nyala lampu LED cukup membius, mendorong saya untuk selalu menantikan kemunculan mereka. Segala scene berisikan hantu pun konsisten menghadirkan hiburan, termasuk pertempuran di third act. That moment when Holtzmann took out her secret gun, licked it, then beat some ghost ass wasn't just the coolest moment of this movie, but the entire franchise. Seperti filmnya sendiri, adegan itu menyenangkan. "Ghostbusters" gagal menangkap kepintaran film original-nya, tapi masihlah menu menghibur yang menyimpan nostalgia lewat beberapa easter eggs juga cameo dari original cast

Belum ada Komentar untuk "Ghostbusters (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel