Rumah Kentang: The Beginning (2019)
Be careful what you wish for. Karena terlalu sering diulang dalam empat tahun belakangan, sesudah Mata Batin 2 awal tahun ini, saya berharap Hitmaker Studios mau beralih dari teladan khas Rocky Soraya. Dibuat oleh Rizal Mantovani (film pertama Hitmaker yang bukan disutradarai Rocky Soraya semenjak Tarot empat tahun lalu), Rumah Kentang: The Beginning menerapkan gaya berbeda, dan berujung melahirkan horor terburuk milik rumah produksi tersebut.
Kisahnya tak mempunyai kaitan dengan Rumah Kentang (2012, juga produksi Hitmaker), dan sesuai dugaan, suplemen “The Beginning” di judulnya sebatas omong kosong. Anda sanggup mengganti kentang dengan jagung, lobak, terong, atau petai, dan takkan berdampak. Kenapa dalam meneror korbannya, si hantu menggunakan kentang sebagai medium? Pertanyaan itu pun tak terjawab. Padahal bila mengacu pada legenda lokal, baik di Jakarta, Bandung, maupun Yogyakarta, bukan itu alasan tunjangan julukan “rumah kentang”.
Berlatar tahun 1983 yang berakhir sebatas angka alasannya detail tata kostum, set, hingga propertinya kurang mendukung, Rumah Kentang: The Beginning tak ada bedanya dibanding film bertema rumah angker lain. Sepasang suami istri, Adrian (Christian Sugiono) dan Sofie (Luna Maya), kembali ke rumah masa kecil Sofie yang telah usang kosong semenjak kedua orang tuanya menghilang secara misterius. Alasan mereka ialah membantu Adrian menerima wangsit untuk menulis novel terbaru.
Bisa ditebak, ada diam-diam kelam di masa kemudian keluarga Sofie, yang mendorong munculnya teror. Kata “teror” di sini seringkali berupa banjir kentang. Beberapa kali karakternya tewas alasannya terkubur kentang. Benar-benar cara mati yang “kentang”. Ini bukan suguhan campy, sebutlah ibarat Attack of the Killer Tomatoes (1978). Baik naskah buatan Agam Suharto maupun penyutradaraan Rizal Mantovani memposisikan serbuan kentang sebagai hal serius, kelam, mengerikan. Masalahnya, semakin dianggap serius pemandangan tersebut semakin konyol. Apakah alasannya orang renta Sofie petani kentang ototmatis menciptakan kentang jadi senjata sang hantu? Kasihan sekali hantu kita ini.
Soal menakut-nakuti, tolong-menolong saya mencium niat baik dari naskah buatan Agam Suharto, yang menolak terlampau sering mengeksploitasi jump scare. Tapi di dikala bersamaan, tidak ada “ganti rugi” yang ditawarkan, entah misteri, atmosfer, atau creepy imageries. Hasilnya ialah perjalanan membosankan yang berulang kali menciptakan saya terlelap selama sepersekian detik. Padahal ada modal menjanjikan berupa tata rias mumpuni bagi para makhluk halus, pula senyum menyeramkan Luna Maya.
Satu-satunya perjuangan merangkai alur yang Agam lakukan hanya menghilangkan satu demi satu anak Adrian dan Sofie, yang disajikan repetitif. Salah satu anak hilang, orang tuanya mencari di sekeliling rumah, hingga di gudang daerah belanga raksasa disimpan, menyadari anak mereka hilang di situ, kemudian ditutup oleh jeritan pilu Luna Maya sedangkan Christian Sugiono sibuk menendang kentang-kentang di lantai. Terus ulangi saja teladan ini hingga lebaran kentang.
Ketika Nina (Davina Karamoy) si puteri sulung hilang, pihak kepolisian berjanji bakal melaksanakan pencarian intensif di hutan. Kita tidak pernah melihat pencarian itu terjadi. Faktanya, naskah film ini sering melupakan poin-poin yang diperkenalkan beberapa dikala sebelumnya. Semisal huruf Dadang (Epy Kusnandar). Awalnya, ia tampak misterius, seram, pelit bicara. Sampai di kemunculan kedua, dikala ia bicara dengan Uwak (Jajang C. Noer), sosoknya berubah. Lebih ramah, lebih manusiawi, lebih banyak menyimpan rasa takut. Inkonsisten. Sama inkonsistennya dengan penokohan Adrian, seorang penulis novel horor berpengalaman yang sangat terbelakang hingga sanggup begitu gampang tergoda kebijaksanaan bulus setan.
Saya bosan dengan formula Rocky Soraya, itu betul. Tapi setidaknya tak ada dorongan untuk terlelap, dan hanya butuh beberapa modifikasi sebagai penyegar. Di Rumah Kentang: The Beginning, sentuhan gore khas Rocky di titik puncak berhasil meningkatkan intensitas. Peningkatan yang tiba sangat terlambat. Saya sudah terlanjur tidak sabar ingin melangkah keluar dari studio. Lebih baik saya makan kentang rebus atau mashed potato.
Belum ada Komentar untuk "Rumah Kentang: The Beginning (2019)"
Posting Komentar