Berbagi Suami (2006)
Berbagi Suami atau yang punya judul internasional Love For Share merupakan film Nia Dinata sebagai follow up dari Arisan! yang keren itu. Kaprikornus pertanyaannya terang apakah Nia berhasil memperlihatkan kualitasnya lagi atau tidak, alasannya sehabis apa yang ia hasilkan lewat Arisan! sudah niscaya ekspektasi tinggi akan selalu mengiringi film-film berikutnya. Kali ini tidak ada nama Joko Anwar sebagai penulis naskah alasannya ceritanya ditulis sendiri oleh Nia Dinata. Berisikan jajaran ensemble cast yang melimpah lengkap dengan cameo yang tidak kalah banyak pula, film ini akan membawa kita pada tiga buah dongeng yang mempunyai benang merah pada tema yang diangkat, yakni poligami. Tidak hanya itu, huruf dalam masing-masing dongeng juga akan bertemu dan berinteraksi meski tidak dalam porsi yang besar dan tidak kuat pada alur dari tiap-tiap cerita. Dengan mengangkat gosip poligami dan menghadirkannya lewat sudut pandang perempuan, Berbagi Suami memang terasa sebagai film yang feminis, sedikit menyerang para pelaku poligami namun tidak serta merta menumpahkan segala amarahnya pada mereka. Nia memberikan segala kritikan serta kegundahannya dengan cerdas dan hangat lewat tiga dongeng yang meski punya tema sama namun baik dari atmosfer, dan situasinya berbeda-beda. Bahkan tiap-tiap dongeng punya hal lain untuk diceritakan.
Cerita pertama menampilkan Salma (Jajang C. Noer), seorang dokter yang terpaksa mendapatkan kenyataan bahwa suaminya (El Manik) yang juga seorang pengusaha sekaligus politikus telah menikah lagi dengan Indri (Nungki Kusumastuti) bahkan sudah mempunyai seorang anak. Kondisi tersebut berjalan hingga 10 tahun yang mengakibatkan puteranya, Nadine (Winky Wiryawan) tumbuh dengan menyimpan amarah pada sang ayah. Kemudian dongeng kedua berkisah perihal Siti (Shanty), seorang gadis lugu yang gres saja datang di Jakarta untuk memenuhi keinginannya mengikuti kursus make-up. Disana ia tinggal bersama Pak Lik (Lukman Sardi), seorang supir rumah produksi film yang telah mempunyai dua orang istri, Sri (Ria Irawan) dan Dwi (Rieke Diah Pitaloka). Dari dua istrinya tersebut Pak Lik sudah mempunyai banyak anak dan mereka pun harus tinggal berdesakan di sebuah rumah kecil di dalam gang. Kedua istri Pak Lik sendiri hidup rukun dan mereka jugalah yang menbantu Siti ketika ahirnya ia tahu Pak Lik berniat menjadikannya istri ketiga. Kemudian dongeng terakhir berfokus pada Ming (Dominique) seorang gadis muda keturunan Tionghoa yang bekerja sebagai pelayan di restoran angsa milik Koh Abun (Tio Pakusadewo). Keberadaan Ming yang bagus dan seksi membuat banyak pengunjung laki-laki bahagia makan disana termasuk Firman (Reuben Elishama), seorang sutradara muda yang bahagia meminjamkan VCD film pada Ming. Disisi lain Koh Abun ternyata menyukai Ming dan berniat menikahinya tanpa sepengetahuan sang istri, Cik Linda (Ira Maya Sopha).
Seperti yang sudah saya sebutkan, Berbagi Suami menyajikan kritikan terhadap poligami dengan begitu mengena tapi tanpa perlu terasa menyerang dengan penuh amarah serta kebencian. Yang ada justru kehangatan yang terasa dalam secara umum dikuasai momen film ini. Alih-alih terasa penuh kebencian atau terkesan depresif, Berbagi Suami malah hadir dengan suasana yang tidak terlalu serius, dalam artian ada begitu banyak sentuhan komedi disini. Komedinya pun tidak sembarangan, alasannya cukup banyak adegan yang sukses membuat saya tertawa entah lewat komedi sindiran maupun murni komedi yang hadir alasannya suasana yang lucu. Ada begitu banyak adegan lucu tapi yang paling menjadi favorit saya ialah adegan persalinan di segmen kedua. Disinilah terasa begitu konkret bagaimana kehebatan Nia Dinata dalam mengemas sebuah kekacauan menjadi sebuah sajian yang lucu dan menghibur. Tapi meskipun memperlihatkan sentuhan komedi, hal tersebut sama sekali tidak membuat Berbagi Suami menjadi dangkal, alasannya segala gosip yang diangkat masih tersampaikan dengan baik. Tentu saja yang jadi sajian utama ialah penggambaran perihal dampak serta konflik apa saja yang sanggup timbul jawaban poligami. Berbagi Suami memang pada karenanya hingga pada kesimpulan serukun apapun kekerabatan para istri satu sama lain atau sebesar apapun perjuangan suami untuk berbuat adil tetap saja poligami akan membawa permasalahan yang kompleks. Selain itu masing-masing dongeng juga punya sub-tema lain ibarat dampak pada anak bahkan hingga tema lesbian juga turut dimasukkan disini.
Dengan adanya tiga dongeng berbeda, pastinya akan ada dongeng yang terbaik dan yang terburuk. Cerita pertama ialah pembukaan yang baik. Konflik poligaminya masih lebih sederhana dan cukup banyak ditemui dan tentunya pilihan tepat menimbulkan kisah sederhana sebagai pembuka disaat penonton masih meraba-raba filmnya. Eksekusinya pun baik dengan keseimbangan yang terus terjaga antara aspek drama dan komedi. Akting para pemainnya ibarat Jajang C. Noer dan El Manik terang memuaskan, belum lagi chemistry ibu dan anak antara Jajang C. Noer dengan Winky Wiryawan yang tidak mengecewakan baik. Intinya segmen pertama terasa ringan, menghibur tap berbobot. Sedangkan segmen kedua ialah yang terbaik, dan masuk akal saja jikalau orang membicarakan Berbagi Suami imej pertama yang muncul ialah Rieke Diah Pitaloka dan Shanty dengan dandanan kumuh alasannya memang kisah perihal keduanya yang paling bagus dan memorable disini. Apa yang membuat kisah kedua begitu menarik ialah kombinasi tepat antara drama dan komedi serta kandungan kisah yang begitu lengkap. Jika dalam dongeng pertama poligami terjadi dalam keluarga kaya maka dalam dongeng kedua digambarkan bahkan mereka yang hidup susah pun tetap sanggup menjadi korban poligami. Ditambah dengan twist yang muncul di pertengahan, konflik yang ada menjadi semakin rumit. Akting para pemainnya pun bagus, dimana duet Rieke dan Ria Irawan bagaikan combo final hidup untuk menghadirkan rangkaian komedi yang begitu lucu. Intinya segmen kedua ialah titik puncak dari Berbagi Suami, sebelum pada karenanya ditutup dengan mengecewakan oleh dongeng ketiga.
Cerita ketiga benar-benar membuat tensi filmnya menurun. Tanpa komedi yang efektif, karakter-karakter yang tidak lagi terasa menarik apalagi simpatik, hingga pokok bahasan yang sesungguhnya sudah tidak perlu lagi dituturkan alasannya sesungguhnya dua dongeng pertama sudah merangkum segalanya membuat segmen ketiga tidak hanya terasa jomplang secara kualitas namun juga terlalu dipaksakan masuk. Nia Dinata seolah terlalu memaksa untuk memasukkan satu lagi dongeng sebagai perwakilan kisah dari kaum Tionghoa disini. Segalanya terasa membosankan dan antiklimaks disini. Dalam dua dongeng pertama, huruf utamanya terasa simpatik alasannya mereka ialah "korban" dari nafsu pria-pria, sedangkan di dongeng ketiga tidak adil rasanya jikalau menyebut Ming sebagai korban dan menimbulkan sosok Koh Abun sebagai yang patut disalahkan. Pria mana yang tidak terpengaruhi ketika dimunculkan sosok gadis muda, cantik, seksi dan tertarik pada laki-laki tersebut? Hal itulah yang membuat sosok Ming jauh dari simpatik dan tidak menarik. Belum lagi akting jelek Dominique yang sering menghantarkan dialognya dengan menggelikan serta lisan seadanya. Ironis memang, alasannya sosok Ming disini ialah seorang calon aktris yang disebut punya akting natural tapi ternyata karakternya dibawakan dengan akting yang buruk. Sangat disayangkan film ini harus diakhiri dengan dongeng yang paling lemah.
Andaikan segmen kedua ditaruh di akhir, mungkin saja saya sanggup memperlihatkan evaluasi lebih tinggi pada film ini alasannya yang namanya ending akan kuat besar pada evaluasi penonton. Walaupun pecahan tengahnya buruk, tapi jikalau paruh final hingga ending bagus biasanya penonton akan memaafkan segala keburukan di tengah. Atau sanggup juga film ini dikurangi menjadi hanya dua segmen dengan masing-masing segmen sedikti diperpanjang hingga membuat film dengan total durasi 90an menit, alasannya sesungguhnya masih ada yang sanggup digali dari dua segmen pertama, dan menambah 5-10 menit untuk masing-masing dongeng tidaklah terasa kepanjangan daripada memberi perhiasan satu segmen yang jelek ibarat ini. Tapi overall Berbagi Suami tetaplah film yang spesial. Iringan musik yang dibentuk oleh para musisi dari Aksara Record sanggup dengan tepat mewakilik jiwa dari film ini. Belum lagi tata sinematografinya yang cukup indah makin membuat Berbagai Suami sebagai salah satu film Indoneia paling well-made yang pernah dibuat, lengkap dengan dongeng yang bagus serta naskah yang kuat. Tidak ada kecaman penuh amarah namun saya yakin para pelaku poligami atau pria-pria penuh nafsu yang berpikir hanya dengan kelaminnya akan tersindir menonton film ini.
Belum ada Komentar untuk "Berbagi Suami (2006)"
Posting Komentar