Realita, Cinta Dan Rock 'N Roll (2006)

 
Ada kalanya seorang pemain drama dapat begitu melambung namanya secara cepat berkat satu film, entah sebelumnya beliau pernah berakting dalam film atau belum. Sebagai pola DiCaprio dengan Titanic atau yang paling mentereng tentu saja para bintang-bintang dalam Twilight Saga. Bagi Vino Bastian, Realita, Cinta dan Rock 'n Roll yakni film itu. Sebelumnya Vino memang dikenal lewat peran-peran dalam film ibarat Catatan Akhir Sekolah tapi gres lewat film garapan Upi Avianto inilah sosoknya benar-benar menjadi superstar. Entah itu dikenal sebagai pemain drama muda berbakat atau laki-laki idaman perempuan dengan paras ganteng dan perut six pack-nya itu. Bagi Upi juga film ini membuatnya jadi salah satu sutradara perempuan yang paling diperhitungkan di Indonesia. Seolah ingin pertanda bahwa seorang sineas perempuan juga dapat menciptakan film yang "jantan" bahkan jauh lebih jantan daripada film-film sineas pria, Upi pun dengan percaya diri menciptakan film ini...yang mempunyai pemanis "rock 'n roll" di dalamnya. Tentu bukan hal gampang untuk menciptakan sebuah film dengan jiwa rock 'n roll yang sesungguhnya. Apalagi dengan tema cinta, persahabatan dan keluarga di dalamnya, sudah banyak drama-drama Indonesia yang justru berakhir cengeng. Tapi Upi pertanda bahwa beliau "berbeda".

Ipang (Vino Bastian) dan Nugi (Herjunot Ali) yakni dua siswa Sekolah Menengan Atas yang dekat dengan begitu dekat. Mereka berdua selalu melaksanakan banyak hal termasuk banyak sekali kenakalan gotong royong mulai dari cabut dari kelas ketika jam pelajaran, hobi mengajak ribut orang-orang hingga lari-larian tanpa pakaian di jalan. Keduanya pun juga mempunyai mimpi yang sama, yaitu menjadi seorang anak band, menjadi seorang rockstar. Diantara mereka hadir juga seorang gadis penjaga toko CD musik berjulukan Sandra (Nadine Chandrawinata). Bersama-sama ketiganya selalu menghabiskan waktu bersama meski hanya untuk ngobrol dengan ditemani rokok sambil sesekali meneriakkan betapa payahnya kehidupan mereka. Bagi Ipang dan Nugi memang diluar acara nongkrong dan nge-band, kehidupan mereka terasa jauh dari kata menyenangkan. Nugi harus berurusan dengan ibunya (Sandy Harun) yang membuka praktek terapi relaksasi dan menciptakan Nugi terganggu oleh pacar-pacarnya yang nyentrik. Belum lagi ketika ia harus bertemu kembali dengan ayahnya (Barry Prima) yang dahulu yakni atlet Tae Kwon Do yang kini beralih menjadi transgender penggila salsa. Sedangkan bagi Ipang, sang ayah (Frans Tumbuan) selalu menjadi pengganggu yang begitu membenci mimpinya menjadi anak band. Bagi sang ayah Ipang hanya perlu mencar ilmu rajin di sekolah.
Apa yang membedakan film ini dengan film-film drama lokal lainnya yang bercerita perihal kehidupan dan permasalahan yang dialami oleh para remaja? Jawabannya yakni sebab Upi begitu berani dan liar dalam mengeksplorasi segala aspek yang ada dalam hal tersebut tanpa harus mengemasnya dengan dramatisasi berlebihan atau konflik yang dipaksakan menyedihkan atau tragis. Realita, Cinta dan Rock 'N Roll memang penuh persoalan tapi justru jauh dari kesan tragis ataupun mendayu-dayu. Beberapa konfliknya memang terasa sedikit berlebihan tapi itu sangat sedikit. Sisanya menyenangkan sebab Upi mengemasnya dengan ringan, penuh hal-hal yang uplifting dan banyak sekali humor-humor yang seenaknya tapi terang "sangat remaja". Saya suka banyak sekali jokes yang dilontarkan dalam film ini. Ceplas ceplos, seenaknya, tapi justru terasa begitu dekat dengan saya pribadi. Ya, bahkan hingga tujuh tahun sesudah filmnya dirilis, interaksi penuh "kekacauan" antara Nugi dan Ipang masih terasa dekat dengan keseharian saya (atau saya yang ketinggalan zaman?) Hal tersebut menciptakan komedi yang ada disini cukup efektif dalam memancing tawa saya. Entah dari mana pun sumbernya, saya sering dibentuk tertawa lepas, mulai dari tingkah laris Nugi-Ipang, pacar ibu Nugi yang "cinta damai", hingga penampilan Barry Prima yang akan saya bahas lebih lanjut nanti.
Upi memang berhasil menangkap bagaimana jiwa rock 'n roll yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar pamer gimmick atau asal sok keren ibarat yang sering dicoba banyak sineas drama Indonesia lain, Upi menghadirkan rock 'n roll yang sesungguhnya. Ada jiwa-jiwa yang menginginkan kebebasan dan menggantungkan mimpi mereka setinggi (baca: seliar mungkin). Mereka mungkin dihantam banyak sekali macam permasalahan hidup yang begitu berat, dan mereka terpukul tapi tidak pernah karam hingga tetapkan untuk terus berlari, berteriak perihal kehidupan mereka yang begitu jelek itu. Mungkin konflik-konflik yang ada terkesan klise ibarat perseteruan orang renta dan anak perihal jalan hidup, kisah persahabatan hingga cinta segitiga. Memang ada beberapa kejutan tapi secara keseluruhan konfliknya memang klise dan gampang ditemui dalam banyak film. Tapi untungnya Upi mengemas segala keklisean itu dengan menarik dan tentunya secara rock 'n roll. Kuncinya yakni menggabungkan unsur komedi yang takarannya pas tanpa melupakan "hati". Film ini memang punya hati di dalamnya yang menciptakan saya pun merasa terikat dan tertarik oleh segala konflik yang dipunya.

Tentu saja semua itu tidak akan berhasil tanpa jajaran cast yang memukau. Duet Vino-Junot tidak hanya tampil manis secara individu tapi juga mempunyai chemistry yang benar-benar kuat. Disini saya melihat Vino yang penuh keliaran dan kharisma natural, tidak terlalu dibuat-buat ibarat beberapa penampilannya sesudah ini. Junot pun sama saja, beliau bukan seorang laki-laki remaja sok puitis ibarat di film-film terakhirnya sekarang. Saya juga suka chemistry yang dipunya kedua pemain drama ini dengan pemain-pemain lainnya khususnya Vino dengan sosok adiknya disini. Ya, kekerabatan keduanya memperlihatkan salah satu hati terbesar dalam film ini. Tapi tentu saja scene stealer-nya yakni Barry Prima. Sang pemain drama tabrak legendaris menjadi seorang transgender? Dengan segala kegemulaian itu? Siapa sangka Barry Prima dapat begitu berhasil memerankan huruf satu ini. Keputusan casting ini cukup berbahaya jikalau sang pemain drama gagal, tapi jikalau berhasil maka efeknya dapat luar biasa, dan Barry Prima berhasil. Pada balasannya Realita, Cinta dan Rock 'N Roll memang tidak akan lekang oleh waktu. Sampai kini pun filmnya masih menyenangkan dan terlihat keren. Tidak hanya itu, film ini pun memperlihatkan imbas kultural yang cukup besar. Saya rasa hampir semua remaja pernah melaksanakan pose foto telanjang ala Vino dan Junot di film ini. Life sucks....ROCK 'N ROLL!!!

Belum ada Komentar untuk "Realita, Cinta Dan Rock 'N Roll (2006)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel