Terminator: Dark Fate (2019)
Apakah anda penggemar John Connor? Jika ya, besar kemungkinan Terminator: Dark Fate bakal mengecewakan. Sebaliknya, jika—seperti saya—anda tak merasa punya ikatan terhadapnya, installment keenam yang menandai terlibatnya lagi James Cameron ini merupakan film Terminator paling menghibur semenjak Terminator 2: Judgment Day 28 tahun lalu.
John Connor gagal memenuhi takdir untuk mengemban beban sebagai protagonis. Di Terminator 3: Rise of the Machines (2003) ia hanya dewasa gundah menyebalkan, sedangkan sosoknya di Terminator Salvation (2009) begitu membosankan hingga membuat Christian Bale menampilkan salah satu performa terburuk sepanjang karir. Emosi saya pun tak tersulut kala di menit-menit awal, dalam sekuen yang memamerkan mulusnya kombinasi CGI dan body double mengkreasi ulang wajah muda beberapa karakter, kisahnya mengambil langkah radikal terkait status John selaku “the chosen one”.
Tapi harus diakui itu bukan langkah bijak, alasannya trio penulis naskahnya, David S. Goyer (trilogi The Dark Knight), Billy Ray (The Hunger Games, Captain Phillips, Gemini Man), dan Justin Rhodes (Contract Killer, Grassroots), punya formasi opsi lain guna mencapai tujuan membawa Sarah Connor (Linda Hamilton) kembali beraksi sekaligus membawa franchise-nya ke arah baru.
Tidak menganggap eksistensi tiga film terakhir, Dark Fate mengisahkan bahwa sesudah Judgment Day, masa depan kelam sebagaimana “ramalan” berhasil dilenyapkan. Tidak ada Skynet, tidak ada hari kiamat. Tapi dasar insan enggan belajar, masa depan yang tidak kalah mengerikan telah menanti akhir eksistensi Legion, yang sejatinya cuma Skynet dengan nama berbeda. Masih berupa AI pembuat pasukan Terminator, masih mengusung modus operandi mengirim terminator ke masa kemudian untuk menghabisi calon pemimpin umat manusia. Di luar perubahan radikal tadi, Terminator: Dark Fate menerapkan contoh serupa judul-judul sebelumnya, termasuk terkait pesan “Kita memilih sendiri takdir kita”.
Legion mengirim Rev-9 (Gabriel Luna), terminator canggih dengan kemampuan memisahkan endoskeleton dan mimmetic polyalloy yang menyusun tubuhnya untuk membuat dua unit terminator terpisah. Bayangkan T-X, hanya saja lebih canggih pun makin sulit dibunuh. Rev-9 mengemban misi membunuh Daniella “Dani” Ramos (Natalia Reyes), sementara sesuai tradisi, pihak insan mengirim pelindung, kali ini dalam bentuk prajurit cyborg bernama Grace (Mackenzie Davis). Sarah pun ikut mengulurkan bantuan, membawa Linda Hamilton mengikuti jejak Jamie Lee Curtis di Halloween (2018), memberi bukti kalau para hero perempuan uzur masih tangguh serta layak turun gunung.
Sayangnya niat baik mengembalikan Sarah Connor tak dibarengi keberhasilan menyediakan tugas substansial. Walau kuantitasnya banyak, naskahnya bagai menyelipkan paksa Sarah ke dalam kisah yang tak membutuhkan kehadirannya. Tanpa Sarah, Dani tetap sanggup diselamatkan, pun ada jalan lain guna melibatkan T-800 (Arnold Schwarzenegger) tanpa memerlukan Sarah.
Setidaknya Sarah melapangkan jalan sutradara Tim Miller (Deadpool) melahirkan formasi agresi keren beroktan tinggi. Linda Hamilton menghembuskan kharisma, suatu hal yang telah usang hilang dari seri Terminator, di tengah gempuran agresi beraneka lokasi, dari darat, udara, hingga laut, meski lagi-lagi, klimaksnya mengambil latar pabrik. Tapi momen adu terbaik film ini selalu berupa konforntasi fisik langsung, tatkala pihak protagonis dan antagonis saling bertatap muka.
Berbekal kekuatan uniknya, Rev-9 merupakan antagonis berbahaya yang memfasilitasi terciptanya baku hantam brutal sarat kreativitas, yang terakhir kali kita saksikan kala Kristanna Loken membuat Arnold tidak berdaya di film ketiga. Grace menjadi lawannya, bersenjatakan ketangguhan meyakinkan Mackenzie Davis memerankan prajurit kelas wahid. Siapa tidak terpukau menyaksikan kebrutalannya mencabik-cabik badan Rev-9 memakai sebuah rantai dibalut pemakaian gerak lambat sempurna guna oleh Tim Miller.
Klimaksnya memang memukau, namun di sisi lain, menegaskan kalau Terminator belum sembuh dari penyakit lamanya. Dikelilingi oleh Sarah, Grace, T-800, dan Rev-9, yang semuanya termasuk jajaran abjad paling keren di sepanjang sejarah serinya, Dani terlihat kerdil. Apakah selain memimpin perlawanan umat manusia, tokoh utama Terminator juga selalu ditakdirkan menjadi figur paling tidak menarik di filmnya?
Belum ada Komentar untuk "Terminator: Dark Fate (2019)"
Posting Komentar