Kisah Carlo - Episode 1: Pilot
Pada abad modern menyerupai kini dimana segala bentuk informasi begitu mudahnya didapatkan, masih saja terdapat banyak kekeliruan dalam persepsi masyarakat umum mengenai ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Alhasil pengaplikasian jargon "Jauhi penyakitnya bukan orangnya" pun masih tak berjalan baik. Masih banyak ODHA dijauhi pula dikucilkan alasannya ialah dianggap berpotensi menularkan virus. Karena itu pembuatan web series "Kisah Carlo" yang digawangi oleh Andri Cung dan Paul Agusta ini menjadi sempurna guna. Kisahnya sendiri terinspirasi dari insiden faktual yang terjadi di Ruang Carlo, sebuah pusat pelayanan dan pengobatan bagi para penderita HIV/AIDS yang terletak di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta Pusat. Episode pertamanya (Pilot) tayang pada 1 Desember 2015, bertepatan dengan hari AIDS sedunia. Web series ini terdiri dari 10 episode (6 disutradarai Andri Cung, 4 oleh Paul Agusta) yang rilis tiap Jumat ahad pertama dan ketiga.
Episode perdana ini menjadi media perkenalan kita dengan beberapa tokoh sentral; Maya (Putri Ayudya), perempuan yang gres divonis mengidap HIV, Surya (Natalius Cendana) suami dari Maya, dr. Jenny (Gesata Stella) yang menaruh perhatian besar terhadap pasien dan tengah merencanakan pernikahannya, Suster Fransiska (Jajang C. Noer) yang bertindak sebagai salah satu konselor di Ruang Carlo, Suster Leli (Dayu Wijanto) yang keras terhadap bawahan tapi lembut pada pasien, Donny (Will Tjokro) seorang homophobic yang mengidap HIV, serta masih banyak huruf lain baik yang hadir sekilas maupun yang belum muncul. Meski Maya dan dr. Jenny nampak akan menjadi tokoh sentral, serial ini menjanjikan eksplorasi terhadap karakter-karakter lain. Inilah yang berpotensi menjadi tontonan menarik, bagaimana dinamika interaksi para individu dalam satu setting, bagaimana dongeng personal mereka digali, yang mana terdapat benang merah yakni HIV/AIDS. Konsep satu lokasi memungkinkan proteksi fokus besar terhadap pengembangan karakter.
"Pilot" yang disutradarai Andri Cung ini memang masih sebatas tease terhadap banyak sekali hal potensial di atas supaya penonton memahami huruf dalam tataran permukaan. Ibarat kepingan puzzle, disini karakternya masih tersebar acak, menunggu disatukan menjadi satu kesatuan utuh yang menarik. Sekarang tinggal berhasil atau tidak Andri Cung serta Paul Agusta merangkai puzzle tersebut. Terdapat kekhawatiran dalam diri aku bahwa Andri Cung dan Paul Agusta akan menciptakan serial yang tak lebih dari sekedar "iklan layanan masyarakat" penuh pesan adab serta kebaikan. Andri nampak berusaha menjauh dari kesan tersebut melalui penuturan realis minim manipulasi emosi (ending berisi tangisan diiringi lagu "Usah Kau Lara Sendiri" itu sayangnya cheesy) atau huruf dengan obrolan menggurui.
Terdapat beberapa obrolan prosedural mengenai tata urutan pengobatan HIV tapi berkat konten adegan yang sesuai (ex: obrolan dokter dan pasien) serta penuturan berpengaruh para aktornya, kalimat-kalimat itu terjauhkan dari kesan "penyuluhan mengenai HIV". Gesata Stella paling banyak menerima porsi obrolan semacam itu, dan dari aktingnya aku sanggup mencicipi seorang perempuan dengan passion kuat untuk mengabdi pada pasien. Putri Ayudya pun sejauh ini memberi penampilan meyakinkan sebagai Maya yang lemah alasannya ialah penyakitnya tanpa jatuh dalam stereotype akting "orang sakit", semisal batuk berulang yang berlebihan atau penuturan obrolan diseret untuk menggandakan lemahnya kondisi tubuh. Saya pun terpikat dengan dualitas Dayu Wijanto yang keras sekaligus penuh perhatian tergantung dengan siapa dirinya berinteraksi. Karakter lain dengan potensi daya tarik tinggi namun belum menerima porsi banyak dalam episode ini ialah Donny dan Marcel (Paul Agusta).
Satu-satunya pemberi kesan klise pada "Kisah Carlo" ialah cara bertutur Andri Cung beserta naskah yang terlalu banyak bermain secara verbal daripada visual atau emosi subtil aktor. Kekurangan itu sejatinya sudah nampak sedari film panjangnya "The Sun, The Moon & The Hurricane" yang terlalu "banyak bicara" pada belahan resolusi konflik. Penulisan dialognya sendiri tidak jelek namun tak cukup cerdas untuk menciptakan penonton terikat dengan obrolan yang terjalin. Tapi sanggup saja kesan itu hadir alasannya ialah belum banyak hal yang dituturkan oleh episode pertama ini. Seiring dengan makin banyaknya konflik serta penggalian karakter, biar saja obrolan jadi jauh lebih mengikat. Episode pertama ini memang masih sebatas perkenalan yang biasa saja, namun menyimpan potensi besar untuk menimbulkan "Kisah Carlo" sebagai web series luar biasa berisikan observasi huruf pula pengetahuan penting perihal HIV/AIDS.
Episode pertama sanggup anda tonton disini (subscribe juga channel "Kisah Carlo" untuk update lebih lanjut)
Belum ada Komentar untuk "Kisah Carlo - Episode 1: Pilot"
Posting Komentar